Palu. Hari Kamis, 20 Desember 2018 setelah menyelesaikan hari kedua, gelombang kedua Bimtek Dukungan Psikososial Bagi Guru Pendidikan Menengah dan Khusus Kota Palu di Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu saya berkesempatan untuk mewawancarai rektor Unismuh periode 2017-2021, Dr. Rajindra Rum, MM. di kantornya.

Berikut kutipan wawancara dengan Dr. H. Rajindra Rum, SE.,MM.

Bagaimana perjalanannya sampai jadi rektor Pak?

Jadi gini, saya kan alumni Unismuh angkatan pertama jurusan ekonomi. Awalnya saya diminta rektor pertama Unismuh Bapak Rusdy Toana untuk jadi dosen, waktu itu saya tolak karena saya sudah jadi PNS namun dibilang toh tidak ada larangan PNS mengajar dan biar ada kader yang melanjutkan di kampus ini kata Beliau, akhirnya saya jalani tugas tersebut dengan kesungguhan serta diangkat jadi wakil dekan.

Selang berapa lama jadi wakil dekan, tahun 2017 ada pemilihan rektor Unismuh periode 2017-2021 yang tanpa dinyana saya diajukan menjadi salah satu calon bersama enam calon lain. Setelah melewati pemilihan senat Unismuh Palu, diluar dugaan saya mendapat suara terbanyak (21 suara). Setelah diajukan ke PP Muhammadiyah, akhirnya saya dilantik jadi rektor Unismuh Palu.

Selama Bapak dari awal jadi rektor sampai sekarang, Bapak melihat bagaimana perkembangan kampus ini?

Awalnya saya bingung, Unismuh Palu ini saya buka di internet kok tidak ada namanya, berarti ndak laku barangkali kampus ini. Saya buka rangking berapa Unismuh ini, waktu itu rangking 2000-an dari 4000-an lebih perguruan tinggi se-Indonesia. Antara April sampai Agustus 2017 itu sempat saya perbaiki berbagai komponen penilaian, hingga di Agustus itu rangking naik hingga di posisi 1000-an. Lalu saya bandingkan dengan kampus swasta di Palu, ternyata mereka di rangking 900, 800 hingga 600-san. Buka web, ternyata tidak ada web Unismuh Palu.

Setelah saya jalani hasil dari berdoa sholat tahajud dan dhuha, saya dapat ide harus ganti personil, rombak total bagian yang vital-vital baru angkat yang muda-muda. Dari Majelis Dikti PP Muhammadiyah juga terus membimbing yang mengatakan wajib keuangan harus sentralisasi, lalu ini saya lakukan dan tidak ada penolakan, semua setuju.

Web sudah bagus dan sampai kini sudah ada 104 dosen dari 160, yang masuk di Sinta (Science and Technology) milik kemenristek dikti. Dalam rangking perguruan tinggi Muhammadiyah kami sudah masuk rangking 41 dari 174. Untuk di Kota Palu Unismuh rangking kedua setelah Universitas Tadulako. Rangkingnya nasional di bulan Agustus 2018 sudah di 430 dari rangking seribuan di tahun 2017.

Untuk dosen S3 masih kurang, kami biayai khusus untuk mereka yang sudah tidak mungkin dapat beasiswa, yang muda-muda biar cari beasiswa. Para dosen sudah banyak menulis, tahun ini dapat bantuan 900 juta dari tahun sebelumnya cuma 200 juta. Tahun ini juga Unismuh meloloskan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) satu bersama Tadulako, hanya ada dua universitas di Sulteng yang bisa meloloskan PKM.

Untuk bangunan fisik dan mahasiswa bagaimana Pak?

Kalau bangunan memang kami rasa sudah cukup untuk perkuliahan, hanya ada pembangunan dengan bantuan dari PP Muhammadiyah untuk satu asrama. Untuk mahasiswa kami ada 5536 dan kami terbesar setelah Tadulako (Universitas Tadulako)

Sebetulnya waktu dicalonkan rektor, visi misi Bapak apa?

Saya ingin meningkatkan sumber daya, meningkatkan kegiatan kemahasiswaan, Al Islam dan Kemuhammadiyahan dan peningkatan manajemen,itu semua sudah saya lakukan. Untuk kemahasiswaan saya ikutkan mereka dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan, even perlombaan, kami kirim mahasiswa ke luar negeri (Thailand dan Malaysia) untuk KKN dan praktek lapangan.

Bagaimana hubungannya Unismuh Palu dengan Persyarikatan?

Dulu yang jadi kendala antara PWM dengan Rektor selalu bertolak belakang, antara BPH dengan Rektor bertolak belakang. Saya rangkul keduanya dengan rutin adakan rapat sebulan sekali. Ada masalah selesaikan dalam forum, jangan sampai ada suara diluar.

Tentang perkembangan Muhammadiyah di Sulteng dan Palu?

Saya melihat memang tidak sama perkembangan Muhammadiyah di Palu dengan tempat yang lain. Kalau di tempat lain mungkin cepat, di Palu ini harus ada kesepahaman, sebenarnya Muhammadiyah disini cukup maju namun saya melihat banyak diwarnai oleh latar belakang partai politik. Saya menawarkan kepada PDM-PDM untuk mengirim dua kader per PDM untuk kuliah, namun tidak ada yang kirim. Kami juga membelikan kendaraan operasional untuk PWM Sulteng agar dipakai untuk silaturahmi dengan daerah-daerah.

Terus ke depan, Unismuh Palu mau diwujudkan seperti apa?

Saya mau Unismuh Palu sejajar dengan PTM-PTM lain yang sudah maju, pertama akreditasi tidak ada yang C, minimal B untuk fakultas dan institusi akreditasi juga minimal harus B. Kemudian dari sumber daya manusianya harus ada professor, maka kami genjot agar ada yang menulis di jurnal internasional karena itu aturan pemerintah. Ke depan jumlah doktor minimal 50% dari semua dosen. Mahasiswa tidak usah terlalu banyak, yang penting outputnya bagus. Perangkingan juga saya inginkan bisa naik, paling tidak di rangking 200-san.

Terkait situasi Palu sehabis bencana, menurut Bapak apa yang dibutuhkan agar Palu segera bangkit?

Sebenarnya Palu itu sudah bangkit, tinggal menunggu waktu saja. Semua elemen baik pemerintah dan swasta itu bahu-membahu memperbaiki kerusakan akibat bencana. Prinsip orang Palu itu punya budaya malu, kenapa orang luar membantu, kita berpangku tangan. Bapak Gubernur Sulteng itu semangat sekali untuk memajukan lagi mendorong agar warga bangkit. Saya juga demikian, maka perkuliahan saya mulai cepat, tanggal 22 Oktober sudah dimulai meskipun awalnya banyak yang protes apa tidak terlalu cepat karena masih sering terjadi gempa-gempa. Saat kuliah kewirausahaan saya minta para mahasiswa untuk menggali peluang-peluang yang ada dalam kondisi seperti ini.

Pada saat terjadinya bencana Bapak juga ditunjuk sebagai ketua poskor tanggap darurat bencana di kampus ini, bahkan Bapak turun langsung bersama para relawan MDMC, bisa diceritakan bagaimana pengalaman Bapak menjalankan amanah sebagai Ketua Poskor sekaligus sebagai rektor?

Memang kalau saya ceritakan itu, bisa menangis saya. Jadi kala itu tanggal 28 September saat terjadi gempa, saya di rumah bersama istri. Pagi-nya 29/9/2018, saya pergi ke kampus dan lihat oh rektorat masih berdiri, saya keliling kampus mau lihat bangunan apa yang rusak ternyata gedung FAI yang roboh.

Ditengah kebingungan saya saat itu, ada sms dari dr. Agus Taufiqurrahman PP Muhammadiyah yang menanyakan kabar, dari Pak Haedar Nashir juga ada sms yang intinya Pak Rajindra, lakukan yang terbaik laksanakan tanggap darurat. Saat itu saya bingung mesti berbuat apa, karena situasi dan sumber daya manusianya yang akan saya ajak laksanakan tugas itu tidak ada. Saya memahami mereka mungkin juga mengungsi dan mengalami trauma karena bencana ini.

Kemudian datang tim MDMC dari Makassar lalu kemudian juga dari Sulselbar (Mamuju) dan ternyata mereka membawa barang-barang yang kami butuhkan saat itu entah itu bahan makanan, bahan bakar sampai uang tunai.

Yang jadi masalah saat dibilang bahwa posyan di kampus ini harus ada koordinatornya dari Muhammadiyah Sulteng sendiri, padahal saat itu para pimpinan wilayah tidak bisa dihubungi entah dimana. Para relawan MDMC waktu itu bilang, bukankah Bapak pimpinan wilayah? Memang iya, tapi saya bukan yang membidangi bencana tapi Lazismu dan pemberdayaan masyarakat. Tapi karena yang lain tidak ada, saya mengingat pesan dari Pimpinan Pusat dan akhirnya saya terima amanah itu.

Jadilah saya setiap hari di kampus dari pagi sampai malam selama kurang lebih dua bulan, sampai-sampai bapak saya telpon meminta untuk bertemu meskipun hanya sebentar lalu saya bilang tidak bisa bapak, saya lagi banyak urusan ada banyak orang mesti saya urus ini. Saya memahami orang tua saya tentu sangat khawatir dengan situasi di Palu saat itu. Setiap hari saya bersama para relawan MDMC dari berbagai daerah melayani para pengungsi di kampus ini, makan bersama-sama, kadang juga ngopi bersama, ngobrol dengan mereka dan ternyata semua itu membuat kebingungan saya di awal bencana ini dapat teratasi.

Para relawan MDMC itu luar biasa, bekerja dengan cepat tak kenal lelah bahkan saat relawan lain tidak berani menembus daerah-daerah terisolir mereka berani. Para dokter MDMC saat itu berani menerima tawaran TNI untuk melayani daerah-daerah terpencil, sampai-sampai ada puskesmas di Palu ini yang menyerahkan kunci puskesmas dan mobil ambulance kepada mereka karena dokter puskesmas itu sudah angkat tangan. Itu yang saya salut dan MDMC memang luar biasa.

Tentang MDMC sendiri, apa pesan Bapak terhadap para relawan MDMC?

Saya melihat MDMC ini luar biasa bekerja tak kenal lelah siang dan malam. Saya cuma berdoa apa yang dilakukan oleh para relawan MDMC ini menjadi amal sholih mereka. Tetap semangat dalam menjalankan tugas dan tak lupa ucapan terima kasih kami sampaikan atas dedikasi yang diberikan.

Satu kata tentang MDMC Bapak?

Oh ya… tentang MDMC…. ”Luar Biasa….!!”

Sumber: https://suryagemilangnews.com/dr-rajindra-rum-rektor-universitas-muhammadiyah-palu-mdmc-luar-biasa/