Rektor Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu, Dr. Rajindra, SE.MM,  melalui Wakil Rektor Bidang Akademik, Dr. Rafiuddin Nurdin, SP. MH. MP, menegaskan, bahwa kampus Unismuh Palu tidak terkontaminasi dengan unsur-unsur politik praktis, dan tidak membenarkan adanya kegiatan politik praktis yang mengatasnamakan institusi atau lembaga internal kampus Unismuh.

Hal ini diungkapkan menyikapi tahun politik di tahun 2019, sebagaimana diketahui bersama tanggal 17 April 2019 mendatang, ada hajatan nasional pesta demokrasi pemilihan serentak anggota DPRD kota/kabupaten, anggota DPRD provinsi, anggota DPR-RI, anggota DPD-RI, dan presiden dan wakil presiden RI.

Sudah menjadi rahasia umum, setiap ada hajatan politik, kampus menjadi sasaran empuk yang dibidik oleh para berkepentingan, mengingat kampus selain memiliki warga yang intelektual (dosen) berpengaruh di masyarakat, juga memiliki warga yang cukup besar (mahasiswa) suara mengambang.

Pihak manapun yang berhasil merangkul kampus, sudah barang tentu memiliki keuntungan yang besar, mengingat hemat waktu dan anggaran, karena mudah dimobilisasi. Salah satu yang kerap dijadikan kendaraan dan jembatan masuk di dalam kampus adalah mahasiswa yang menjadi pengurus  Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), atau mahasiswa senior yang punya pengaruh di kalangan mahasiswa.

Menanggapi hal tersebut, Rafiuddin Nurdin menjelaskan jika pihak kampus Unismuh Palu tidak mentolerir adanya gerakan-gerakan politik praktis yang melibatkan lembaga ataupun unit kegiatan mahasiswa di Unismuh Palu. Hal ini tidak hanya berlaku bagi mahasiswa, melainkan juga berlaku untuk seluruh dosen dan staf yang ada di kampus ini.

Hal itu berdasarkan pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah serta statuta kampus Unimuh Palu. Dimana dalam pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah tidak dibenarkan ada pejabat, dosen dan tenaga kependidikan yang menjadi pengurus partai politik, caleg  atau terlibat langsung dalam politik praktis.

Jika ada pejabat, dosen atau tenaga kependidikan terlibat dalam hal tersebut, mereka diminta untuk memilih antara dua pilihan, yakni tetap mengabdikan diri di dalam kampus atau fokus dalam dunia politik praktis. Begitu juga statuta tidak mengatur tentang politik praktis di dalam kampus. “Dengan demikian, pihak kampus tidak membenarkan adanya kegiatan politik praktis di dalam kampus maupun kegiatan politik yang mengatasnamakan institusi, lembaga, dan UKM Unismuh Palu,” jelas Rafiuddin. Kamis (3/1/2018).

Jika ada oknum civitas kampus Unismuh Palu yang melakukan kegiatan politik praktis mengatasnamakan institusi, lembaga, dan UKM Unismuh Palu, baik itu dosen, staf, dan mahasiswa akan mendapatkan sanksi administrasi. “Jika ada yang melanggar, tentu akan mendapatkan sanksi,”tegas Rafiuddin.

Namun berbeda jika melakukan kegiatan politik praktis atas nama pribadi masing-masing, terlebih jika dilakukan diluar kampus, karena pihak universitas memberikan kebebasan secara pribadi setiap civitas untuk menentukan arah politik masing-masing. Sebab itu adalah hak asasi setiap warga negara, Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dinyatakan bahwa Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya .

Lain halnya jika hanya sekedar diskusi politik, itu terbuka untuk dilakukan, sebab kampus adalah ruang akademis, tempat dimana mahasiswa dididik untuk terbuka berpikir kritis dan terukur.

Senada dengan itu, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, kampus bukanlah ajang berpolitik menjelang tahun politik di Indonesia dalam rangka Pemilihan Umum 2019. Ditegaskannya, kampus adalah tempat untuk peningkatan mutu pendidikan dan mahasiswa.

“Kampus adalah tempat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Politik praktis jangan masuk kampus,” kata Menteri Nasir di Karawang, Jawa Barat, belum lama ini.

Nasir juga telah mengatakan kepada Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta untuk mengawasi perguruan tinggi swasta agar bebas dari praktik politik.

Dia menuturkan, kampus adalah tempat untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas mahasiswa, bukan untuk berpolitik.

Menurut dia, kegiatan berpolitik dapat mengganggu proses pendidikan di lingkungan kampus di tengah berbagai perbedaan pilihan. Oleh karena itu, tidak boleh ada pihak yang menggunakan kampus untuk berpolitik di dalam lingkungan kampus.

“Kalau mau berpolitik di luar kampus, jangan di dalam kampus, jangan gunakan atas nama kampus untuk berpolitik,” tuturnya.

Sumber: https://sultengraya.com/73082/rektor-unismuh-tidak-terkontaminasi-politik-praktis/