Salah satu penyebab daya saing masyarakat Indonesia masih sangat rendah dibandingan dengan negara-negara maju lainnya disebabkan karena masyarakat terdidik Indonesia baru mencapai 8,5 persen dari seluruh jumlah penduduk Indonesia.

Hal tersebut disampaikan oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof Hamka, Dr. Desvian Bandarsyah, M.Pd, saat menyampaikan Kuliah Tamu di FKIP Unismuh Palu dengan tema Pendidikan, Keutamaan Umat dan Generasi Masa Depan Indonesia, Selasa (4/10/2022).

Katanya, jumlah penduduk Indonesia saat ini sebanyak 275 juta, dari angka itu masyarakat terdidiknya (yang perna mengenyam pendidikan tinggi) jumlahnya tidak lebih dari 8,5 persen atau 27 juta orang. 27 juta itu sudah mencakup S1, S2, dan S3.

Dan dari 27 juta itu yang serius mengembangkan dan mengaplikasikan keilmuannya yang perna dia peroleh di bangku perguruan tinggi tidak lebih dari 30 persen. Artinya 30 persen dari 27 juta itu tidak lebih dari 8 juta orang. Dan dari 8 juta itu yang serius, punya konsep membangun dirinya dan bangsa ini, punya kemampuan menulis menyebarkan ide dan gagasannya, dan mampu menggerakkan masyarakat tidak lebih dari 10 ribu orang.

Sementara yang lulusan SMA/SMK/ MA tidak lebih dari 20 persen atau setara dengan 67 juta. Dan sisahnya yang tamatan SD dan tidak tamat SMP sebanyak 170 juta. Dan sisanya adalah anak-anak yang belum sekolah.

“Itulah penyebab daya saing bangsa kita begitu lemah dibanding dengan negara lain, dan jika dilihat dari Indeks Pembangunan Manusianya (IPM) secara global Indonesia berada pada urutan 109 dari 174 negara,” jelas Dr. Desvian.

Katanya, Indonesia hanya unggul dari negara-negara kawasan Afrika, dikawasan Asia Indonesia hanya unggul dari Timor Leste, Kamboja, Myanmar, dan unggul sedikit dari Filipina.

Itu menunjukan jika kemampuan masyarakat Indonesia masih sangat lemah. Salah satu penyebabnya adalah pola pendidikan Indonesia itu masih mengandalkan hafalan, belum pada posisi memaknai. Hanya bisa mengungkapkan dan mengetahui. “Itulah masalah pola pendidikan Indonesia,”sebutnya.

Untuk itu katanya, Mahasiswa tidak perlu menghafal materi mata kuliah, melainkan harus memahami dan menganalisa. Karena dalam kehidupan itu yang dibutuhkan adalah pengetahuan yang bermakna sebagaimana empat pilar pendidikan yang di gagas oleh UNESCO, yakni Belajar untuk mencari tahu (learning to know), Belajar untuk mengerjakan (learning to do), Belajar untuk menjadi (learning to be), dan Belajar untuk berhidupan bersama dalam kedamaian (learning to live together in peace).

Di tempat terpisah, Rektor Unismuh Palu, Prof. Dr. H. Rajindra, SE., MM mengatakan yang namanya permasalahan tidak akan pernah lepas dari seluruh sektor yang ada di sebuah negara, termasuk pada sektor pendidikan di Indonesia. Sampai saat ini masalah pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya teratasi. Tentu hal ini menjadi suatu hal yang teramat disayangkan karena kualitas pendidikan merupakan salah satu penentu dalam meningkatkan sumber daya manusia nasional.

Dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia tentu akan membuat perkembangan suatu negara menjadi terhambat. Tanpa adanya kualitas sumber daya manusia yang mumpuni, sebanyak apapun kekayaan alam tidak akan bisa dimaksimalkan jika tidak ditangani orang-orang yang tepat. “Untuk itu, negara ini harus segera mencarikan solusi dari permasalahan dari pendidikan itu, termasuk juga orang-orang yang ada di perguruan tinggi harus ikut berpikir dan mencarikan solusinya, serta pemerintah harus mengambil sikap untuk segera memperbaikinya,”jelas Prof Rajindra.

Sumber:https://sultengraya.com/read/142545/daya-saing-lemahdr-desvian-masyarakat-terdidik-indonesia-baru-85-persen/